MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DEMOKRASI INDONESIA
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan yang telah
menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Sehingga sanggup menyelesaikan makalah
dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca
dapat memperluas ilmu tentang Demokrasi di Indonesia, yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang
“Demokrasi Di Indonesia” yang menjelaskan bagaimana system politik ini lahir.
Penyusun juga mengucapkan terima
kasih kepada guru pendidikan kewarga negaraan (PKN) yang telah membimbing
penyusun agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan
dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
Bekasi,1 Mei
2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
……………………………………………………………………………………………...i
KATA PENGANTAR
……………………………………………………………………………………………...ii
DAFTAR ISI
……………………………………………………………………………………………...iii
BAB I PENDAHULUAN
……………………………………………………………………………………………....1
1.1 Latar Belakang
……………………………………………………………………………………………....1
1.2 Rumusan Masalah
……………………………………………………………………………………………....1
1.3 Tujuan Penulisan
……………………………………………………………………………………………....1
BAB II PEMBAHASAN
………………………………………………………………………………………………2
2.1Arti Istilah dan Sejarah
Demokrasi
………………………………………………………………………………………………2
2.2 Alasan Pelaksanaan Demokrasi di
Masyarakat
………………………………………………………………………………………………3
2.3 Contoh Tindakan yang Menentang
Demokrasi
………………………………………………………………………………………………3
2.4 Demokrasi di Indonesia
………………………………………………………………………………………………4
2.5 Pelaksanaan Demokrasi di
Indonesia
………………………………………………………………………………………………5
BAB III PENUTUP
………………………………………………………………………………………………12
3.1 Kesimpulan
………………………………………………………………………………………………12
3.2 Saran
………………………………………………………………………………………………12
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………………………………………………………13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Demokrasi adalah sistem pemerintahan
suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar
demokrrasi adalah prinsip yang membagi ketiga kekuasaan negara
(eksekutif, yudikatif, legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga
negara yang saling lepas dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama
lain.
Kesejajaran ketiga jenis lembaga
negara inidiperlukan agar bisa saling mengawasi dan saling mengontrol. Ketiga
jenis lembaga tersebut adalah lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk
mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga pengadilan yang
berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga perwakilan rakyat
memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. sistem ini keputusan
legislatif dibuat oleh masyarakat ata5u oleh wakil yang wajib bekerja dan
bertindak sesuai aspirasi masyarakat dan yang memilihnya melalui proses pemilihan
umum legoslatif.
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas,
dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:
- Apakah istilah dan sejarah demokrasi?
- Bagaimana alasan pelaksanaan demokrasi di masyarakat?
- Apa contoh tindakan yang menentang demokrasi?
- Bagaimana demokrasi di Indonesia?
- Bagaimana pelaksanaan demokrasi di Indonesia?
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah
ini selain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pendidikan
kewarganegaraan tetapi juga untuk memberikan informasi dan pengetahuan kepada
pembaca mengenai arti istilah dan sejarah demokrasi, contoh tindakan yang
menentang demokrasi, dan pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Arti Istilah dan Sejarah Demokrasi
Istilah “demokrasi” berasal dari
yunani kuno yang diutarakan di Athena Kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut
biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan
dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah
sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18,
bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua
kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos /cratein yang berarti
pemerintahan. Sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang
lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu
politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai
indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital
dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara dengan kekuasaan negara
yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam ini menjadi sangat
penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan
pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk
masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah
seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan
di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga
legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan
anggota-anggotanya tanpa memperdulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa
kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan
saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang
mewujudkan akuntibilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu
secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga
negara tersebut.
2.2
Alasan Pelaksanaan Demokrasi di Masyarakat
Demokrasi adalah sebuah
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi adalah
memperbincangkan tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan
secara beradab. Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang (people rule), dan
di dalam sistem politik yang demokratis warga mempunyai hak, kesempatan, dan
suara yang sama di dalam mengatus pemerintahan di dunia publik. Demokrasi
adalah keputusan berdasarkan suara terbanyak. Di Indonesia, pergerakan nasional
juga mencita-citakan pembentukan negara demokratis yang berwatak
anti-feodolisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan untuk membentuk masyarakat
madani. Masyarakat madani merupakan suatu bentuk hubungan negara dan warga
masyarakat (sejumlah kelompok sosial) yang dikembangkan atas dasar toleransi
dan menghargai satu sama lainnya. Landasan demokrasi adalah keadilan, dalam
arti terbukanya peluang kepada semua orang, dan berarti juga otonomi atau
kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk mengatur hidupnya, sesuai dengan
apa yang dia ingini. Maka dari itu terbentuklah otonomi daerah.
Otonomi daerah dapat diartikan
sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud
dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
2.3
Contoh Tindakan yang Menentang Demokrasi
Salah satu contoh tindakan yang
menentang demokrasi di Indonesia adalah korupsi. Di dalam dunia politik,
korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik dengan cara
menghancurkan proses formal. Korupsi di sistem pengadilan menghentikan
ketertiban hukum. Korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidakseimbangan
dalam pelayanan masyarakat. Korupsi bisa menyebabkan sulitnya legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
Contoh lain tindakan yang menentang
demokrasi adalah pemidanaan salah satu jurnalis Ambon, Juhry Samanery yang
dikeroyok oleh pegawai PN Ambon karena meliput persidangan mantan wakil bupati
Maluku Tenggara Barat, Lukas Uwuratuw dalam kasus korupsi. Padahal proses
persidangan dinyatakan terbuka namun pada saat pengadilan berlangsung, para
pekerja media dihalang-halangi masuk oleh pegawai PN. Sehingga terjadi
perdebatan yang berakhir pemukulan. Pemidanaan juhry bukan sekedar tindakan
melawan hukum, lebih dari itu hal tersebut merupakan tindakan menentang hak
masyarakat atas kebebasan informasi, dan dengan demikian melawan demokrasi.
2.4
Demokrasi di Indonesia
Demokrasi di negara Indonesia sudah
mengalami kemajuan yang pesat. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan dibebaskan
menyelenggarakan kebebasan pers, kebebasan masyarakat dalam berkeyakinan,
berbicara, berkumpul, mengeluarkan pendapat, mengkritik bahkan mengawasi
jalannya pemerintahan. Tapi bukan berarti demokrasi di Indonesia saat ini sudah
berjalan sempurna. Masih banyak persoalan yang muncul terhadap pemerintah yang
belum sepenuhnya bisa menjamin kebebasan warga negaranya. Seperti meningkatnya
angka pengangguran, bertambahnya kemacetan di jalan, semakin parahnya banjir,
dan masalah korupsi.
Dalam kehidupan berpolitik di setiap
negara yang kerap selalu menikmati kebebasan berpolitik namun tidak semua
kebebasan berpolitik berjalan sesuai dengan yang diinginkan, karena pada
hakikatnya semua sistem politik mempunyai kekuatan dan kelemahannya
masing-masing. Demokrasi adalah sebuah proses yang terus menerus merupakan
gagasan dinamis yang terkait erat dengan perubahan. Jika suatu negara mampu menerapkan
kebebasan, keadilan, dan kesejahteraan dengan sempurna, maka negara tersebut
adalah negara yang sukses menjalankan sistem demokrasi. Sebaliknya, jika suatu
negara itu gagal menggunakan sistem pemerintahan demokrasi, maka negara itu
tidak layak disebut sebagai negara demokrasi. Oleh karena itu, kita sebagai
warga negara Indonesia yang menganut sistem pemerintahan yang demokrasi, kita
sudah sepatutnya untuk terus menjaga, memperbaiki, dan melengkapi
kualitas-kualitas demokrasi yang sudah ada. Demi tercapainya suatu
kesejahteraan, tujuan dari cita-cita demokrasi yang sesungguhnya akan
mengangkat Indonesia kedalam suatu perubahan
2.5
Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia
terbagi menjadi beberapa periode, yaitu:
- Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi (1945-1950)
Tahun 1945-1950 Indonesia masih
berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia. Pada masa itu
penyelenggaraan pemerintahan dan demokrasi Indonesia belum berjalan baik. Hal
itu disebabkan masih adanya revolusi fisik. Berdasarkan pada konstitusi negara,
yaitu UUD 1945, Indonesia adalah negara demokrasi yang berkedaulatan rakyat.
Masa pemerintahan tahun 1945-1950 mengindikasikan keinginan kuat dari para
pemimpin negara untuk membentuk pemerintahan demokrasi.
Pada awalnya, pemerintahan Indonesia
menunjukkan adanya sentralisasi kekuasaan pada divi presiden sehubungan belum
terbentuknya lembaga-lembaga politik demokrasi, misalnya belum terbentuknya MPR
dan DPR. Hal ini termuat dalam pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi
“Sebelum MPR, DPR, dan DPA dibentuk menurut UUD ini, segala kekuasaannya
dijalankan oleh presiden dengan bantuan sebuah komite nasional”.
Untuk menghindari kesan bahwa negara
Indonesia adalah negara absolut, pemerintah melakukan serangkaian kebijakan
untuk menciptakan pemerintahan demokratis. Kebijakan tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Maklumat Pemerintah No. X Tanggal 16 Oktober 1945 tentang Perubahan Fungsi KNIP
menjadi Fungsi Parlemen.
2.
Maklumat Pemerintah Tanggal 03 November 1945 mengenai pembentukan Partai
Politik.
3.
Maklumat Pemerintah Tanggal 14 November 1945 mengenai Perubahan dari Kabinet
Presidensial ke Kabinet Parlementer.
Demikian kebijakan tersebut, terjadi
perubahan dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Sistem pemerintahan berubah
menjadi sistem pemerintahan parlementer. Cita-cita dan proses demokrasi masa
itu terhambat oleh revolusi fisik menghadapi Belanda dan pemberontakan PKI
Madiun Tahun 1948. pada masa-masa kritis tersebut, kepemimpinan dwitunggal
Soekarno-Hatta berperan kembali dalam pemerintahan nasional. Pada akhir tahun
1949, pemerintahan kembali ke sistem Presidensial.
- Pelaksanaan demokrasi pada masa orde lama
a. Masa demokrasi liberal
Masa antara tahun 1950-1959 ditandai
dengan suasana dan semangat yang ultra-demokratis. Kabinet berubah ke sistem
parlementer, sedangkan dwitunggal Soekarno-Hatta dijadikan simbol dengan
kedudukan sebagai kepala negara. Demokrasi yang dipakai adalah demokrasi
parlementer atau demokrasi liberal. Masa demokrasi parlementer dapat dikatakan
sebagai masa kejayaan demokrasi karena hampir semua unsur-unsur demokrasi dapat
ditemukan dalam perwujudannya. Unsur-unsur tersebut meliputi peranan yang
sangat tinggi pada parlemen, akuntibilitas politis yang tinggi, berkembangnya
partai politik, pemilu yang bebas, dan terjaminnya hak politik rakyat.
Namun proses demokrasi masa itu
telah dinilai gagal dalam menjamin stabilitas politik, kelangsungan
pemerintahan, dan penciptaan kesejahteraan rakyat. Kegagalan praktik demokrasi
liberal tersebut disebabkan karena:
1. Dominannya politik aliran, artinya berbagai golongan politik
dan partai politik sangat mementingkan kelompok atau alirannya sendiri daripada
mengutamakan kepentingan bangsa.
2. Landasan sosial ekonomi rakyat yang masih rendah.
3. Tidak mempunyai para anggota konstituante bersidang dalam
menetapkan dasar negara sehingga keadaan menjadi berlarut-larut.
Hal ini menjadikan Presiden Soekarno
segera mengeluarkan Dekrit Presiden tanggal 05 Juli 1959 yang isinya:
1. Menetapkan pembubaran konstituante
2. Menetapkan UUD 1945 berlaku kembali sebagai konstitusi
negara dan tidak berlakunya UUDS 1950
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
b. Masa
demokrasi terpimpin
Masa antara tahun 1959-1965 adalah
masa demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin berawal dari ketidaksenangan
Presiden Soekarno terhadap partai-partai politik yang dinilai lebih
mengedepankan kepentingan partai dan ideologinya masing-masing, serta kurang
memperhatikan kepentingan yang lebih luas.
Pengertian dasar demokrasi terpimpin
menurut ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan yang berintikan
musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional
yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
1.
Dominasi presiden
2.
Terbatasnya peran partai politik
3.
Berkembangnya pengaruh PKI dan militer sebagai kekuatan sosial politik di
Indonesia.
Demokrasi terpimpin yang dijalankan
oleh Presiden Soekarno ternyata menyimpang dari prinsip-prinsip negara
demokrasi. Penyimpangan-penyimpangan tersebut antara lain:
1. Mengaburnya sistem
kepartaian dan lemahnya peranan partai politik
2. Peranan parlemen yang lemah
3. Jaminan hak-hak dasar warga
negara masih lemah
4. Terjadinya sentralisasi
kekuasaan pada hubungan antara pusat dan daerah
5. Terbatasnya kebebasan pers
Akhir dari demokrasi terpimpin
memuncak dengan adanya pemberontakan G30-S/PKI pada tanggal 30 September 1965.
Demokrasi terpimpin berakhir karena kegagalan Presiden Soekarno dalam
mempertahankan keseimbangan antara kekuatan yang ada disisinya, yaitu PKI dan
militer yang sama-sama berpengaruh. Saat itu PKI ingin membentuk angkatan
kelima, sedangkan militer tidak menyetujui pembentukan tersebut. Akhir dari
demokrasi terpimpin ditandai dengan keluarnya Surat Perintah tanggal 11 Maret
1966 dari Presiden Soekarno kepada Jendral Soeharto untuk mengatasi keadaan.
- Pelaksanaan demokrasi pada masa orde baru
Masa orde baru dimulai tahun 1966.
Pemerintahan Orde Baru mengawali jalannya pemerintahan dengan tekad
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Orde Baru
menganggap bahwa penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 adalah sebab
utama kegagalan dari pemerintahan sebelumnya. Orde Baru adalah tatanan peri
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia atas dasar pelaksanaan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Demokrasi yang dijalankan
dinamakan demokrasi yang didasarkan atas nilai-nilai dari sila-sila pada
pancasila.
Pemerintahan orde baru diawali
dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret sampai tahun 1968 dengan pengangkatan
Jendral Soeharto sebagai Presiden RI. Orde baru melanjutkan pembangunan
demokrasi berdasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945. Semua lembaga
negara, seperti MPR dan DPR dibentuk. Orde baru juga berhasil menyelenggarakan
pemilihan umum secara periodik, yaitu pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,
dan 1997. Untuk berjalannya demokrasi, pemerintah Orde Baru menyusun mekanisme
kepemimpinan nasional lima tahun yang merupakan serangkaian garis besar
kegiatan kenegaraan yang dirancang secara periodik selama masa lima tahun.
Dengan berjalannya mekanisme
kepemimpinan nasional lima tahun, pemerintahan orde baru berhasil menciptakan
stabilitas politik dan menyelenggarakan pembangunan nasional yang dimulai
dengan adanya pembangunan lima tahun (Pelita), yaitu Pelita I tahun
1973-1978 sampai Pelita VI tahun 1993-1998. Keberhasilan tersabut ditandai
dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, meningkatnya tingkat pendidikan warga
negara, pembangunan infrastruktur, berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk.
Namun, dalam perkembangan
selanjutnya pemerintahan Orde Baru mengarah pada pemerintahan yang
sentralistis. Demokrasi masa Orde Baru bercirikan pada kuatnya kekuasaan
Presiden dalam menopang dan mengatur seluruh proses politik yang terjadi.
Lembaga kepresidenan telah menjadi pusat dari seluruh proses politik dan
menjadi pembentuk dan penentu agenda nasional, mengontrol kegitan politik dan
pemberi legacies bagi seluruh lembaga pemerintah dan negara. Akibatnya, secara
subtantif tidak ada perkembangan demokrasi justru penurunan derajat demokrasi.
Sejumlah indikator yang menyebabkan demokrasi tidak terjadi pada masa Orde Baru
yaitu:
1. Rotasi
kekuasan eksekutif hamper dapat dikatakan tidak ada.
2.
Rekvutmen politik yang tertutup
3.
Pemilu yang jauh dari semangat Demokrasi
4.
Pengakuan terhadap hak-hak dasar yang terbatas.
Orde Baru sesungguhnya telah mampu
membangun stabilitas pemerintahan dan kemajuan ekonomi. Namun, makin lama jauh
dari semangat demokrasi dan kontrol rakyat. Akibatnya, pemerintahan menjadi
korup, sewenang-wenang, dan akhirnya jatuh. Sebab-sebab kejatuhan Orde Baru
adalah:
1.
Hancurnya ekonomi nasional (krisis ekonomi)
2.
Terjadinya krisis politik
3.
Tidak bersatunya lagi pilar-pilar pendukung Orde Baru (Menteri dan TNI)
4.
Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk mundur
dari jabatannya.
Dengan demikian, maka berakhirlah
pemerintaha masa Orde Baru dengan diumumkannya pengunduran diri Presiden
Soeharto dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998.
- Pelaksanaan demokrasi pada masa reformasi (1998-sekarang)
Masa reformasi berusaha membangun
kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
1.
Keluarnya ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
2.
Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referendum.
3. Tap
MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bebas dari KKN
4. Tap
MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil
Presiden RI.
5.
Amandemen UUD 1945 sudah sampai aman demen I, II, III
Pelaksanaan demokrasi pada masa
reformasiterdiri dari beberapa periodisasi pemerintaham, antara lain:
1. B.J. Habiebie
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan
Habiebie pada masa pemerintahanya antara lain:
1.
Membentuk kabinet reformasi pembangunan
Dibentuk pada tanggal 22 Mei 1998,
dengan jumlah menteri 16 orang yang merupakan perwakilan dari GOLKAR, PPP, PDI
2.
Mengadakan reformasi pada bidang politik.
Habiebie berusaha menciptakan
politik yang transparan, mengadakan pemilu yang bebas, jujur, dan adil,
membebaskan tahanan politik, dan mencabut larangan berdirinya Serikat Buruh
Independen
3.
Kebebasan menyampaikan pendapat
Kebebasan menyampaikan pendapat
diberikan asal tetap berpedoman pada aturan yang ada yaitu UU No. 9 Tahun 1998
tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
4.
Reformasi dalam bidang hukum
Target reformasinya yaitu subtansi
hukum, aparator penegak hukum, yang bersih dan berwibawa, dan instansi
peradilan yang independen.
5.
Mengatasi masalah dwifungsi ABRI
Keanggotaan ABRI dalam DPR/ MPR
dikurangi bahkan pada akhirnya ditiadakan.
6.
Mengadakan sidang istimewa pada tanggal 10-13 November 1998 oleh MPR
7.
Mengadakan pemilu tahun 1999
Pelaksanaan pemilu dilakukan dengan
asas LUBER (langsung, umum, bersih) dan JURDIL (jujur dan adil)
2. Abdurrahman Wahid
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh
Abdurrahman Wahid antara lain:
1.
Meneruskan kehidupan demokrasi seperti pemerintahan sebelumnya (memberikan
kebebasan berpendapat di kalangan masyarakat minoritas, kebebasan beragama,
memperbolehkan kembali penyelenggaraan budaya Tionghoa)
2.
Merestrukturisasi lembaga pemerintahan seperti menghapus departemen yang
dianggapnya tidak efisien (menghilangkan departemen penerangan dan sosial untuk
mengurangi pengeluaran anggaran, membentuk Dewan Keamanan Ekonomi Nasional).
3.
Ingin memanfaatkan jabatan sebagai Panglima tertinggi dalam militer dengan
mencopot Kapolri yang tidak sejalan dengan keinginan Gusdur.
3. Megawati Soekarno Putri
Kebijakan-kebijakan yang ditempuhnya
antara lain:
1.
Meningkatkan kerukunan antar elemen bangsa dan menjaga persatuan dan kesatuan.
2.
Membangun tatanan politik yang baru, diwujudkan dengan dikeluarkannya UU
tentang pemilu, susunan dan kedudukan MPR/DPR, dan pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden.
3.
Menjaga keutuhan NKRI, setiap usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas
seperti kasus Aceh, Ambon, Papua, Poso
4.
Melanjutkan amandemen UU 1945, keluarnya UU tentang otonomi daerah menimbulkan
penafsiran yang berbeda tentang pelaksanaan otonomi daerah. Oleh karena itu,
pelurusan dilakukan dengan pembinaan terhadap daerah.
4. Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh
SBY antara lain:
1.
Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN
2.
Konversi minyak tanah ke gas
3. Pembayaran
utang secara bertahap kepada PBB
4.
Buy-back saham BUMN
5.
Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil
6.
Subsidi BBM
7.
Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia
8.
Meningkatkan sektor pariwisata “Visit Indonesia 2008”
9.
Pemberian bibit unggul pada petani
10. Pemberantasan korupsi
melalui dengan dibentuknya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istilah “demokrasi” berasal dari
Yunani Kuno yang diutarakan di Athena Kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut
biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan
dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah
sejalan dengan waktu dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18,
bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” dibanyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua
kata, yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos/cratein yang berarti
pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat atau yang
lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu
politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator
perkembangan politik suatu negara.
Negara Indonesia menunjukkan sebuah
Negara yang sukses menuju demokrasi sebagai bukti yang nyata, dalam pemilihan
langsung presiden dan wakil presiden. Selain itu bebas menyelenggarakan
kebebasan pers. Semua warga negara bebas berbicara, mengeluarkan pendapat,
mengkritik bahkan mengawasi jalannya pemerintahan. Demokrasi memberikan
kebebasan untuk mengeluarkan pendapat bahkan dalam memilih salah satu
keyakinanpun dibebaskan.
Pelaksanaan demokrasi di
Indonesia yang meliputi: pada masa orde lama, orde baru, masa reformasi yang
terdiri dari: Reformasi pada masa B.J. Habiebie, Megawati Soekarno Putri,
Abdurrahman Wahid/Gusdur, hingga presiden yang sekarang Susilo Bambang
Yudhoyono.
3.2 Saran
Demokrasi adalah sebuah proses
yang terus menerus merupakan gagasan dinamis yang terkait erat dengan
perubahan. Oleh karena itu, kita sebagai warga negara Indonesia yang menganut
sistem pemerintahan demokrasi kita sudah sepatutnya untuk terus menjaga,
memperbaiki, dan melengkapi kualitas-kualitas demokrasi yang sudah ada. Demi
terbentuknya suatu sistem demokrasi yang utuh di dalam wadah pemerintahan
bangsa Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
MM, Drs. Budiyanto. 2002. Kewarganegaraan
SMA Untuk Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Dkk, Suardi Adubakar. 2002. Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan Untuk Kelas 2 SMU. Bogor: Yudistira.